Rabu, 05 Desember 2012

u're all i need

“You Are All I Need”

Lihat semua bintang bintang itu, tergambar jelas semua kisahku yang lalu, entahlah. Tiba-tiba saja ada yang meleleh saat aku membaca pesan singkat darinya.

“ Ada banyak pertanyaan yang tak sempat kau jawab
Kenapa kau bersikap dingin, lalu menyuruhku untuk mencari penggantimu?
Demi Tuhan!
Aku tulus menyayangimu.
Mengharapkanmu tak ubahnya mimpi
Mungkin saat ini aku tengah menikmati tidurku
Dan aku akan terbangun saat kau pergi tanpa senyum dari mimpiku..
    Tunggu sampai aku bosan
    Tunggu sampai aku jenuh
    Dan tunggu sampai aku lelah
    Maka saat itu mungkin cinta dan sayangku telah pudar
    Tapi aku takkan pernah berpaling darimu “

Angin masih berhilir ria, tak ada yang bisa menjawab kenapa semua itu terjadi, udara malam tidak lantas membuatku lupa tentang jalan dimasa laluku, saat aku masih berjuang demi cinta dalam hatiku. Semua itu masih tergambar jelas saat aku memulai kisah bersama suamiku ‘Mas Fahmi’ yang saat ini menjadi satu-satunya kekasih yang aku mau.

    “ Ibu..
Aku mencintaimu, dan aku yakin ibu mengetahui tentang semua itu
Aku juga tahu bahwa ibu sangat menyayangiku
Oleh karena itu aku akan menuruti setiap keinginan ibu
Termasuk dengan perjodohan yang ibu inginkan
Tapi ibu..
Saat ini aku memiliki seorang kekasih
Dia sangat menyayangiku, begitu juga denganku
Aku sangat menyayanginya, ibu
Tapi demi ibu, aku rela
Aku rela melepaskan separuh hatiku.
Saat ibu membaca surat ini
Aku telah berada ditempat yang mungkin sangat jauh
Tapi ibu jangan khawatir
Aku berjanji pada ibu
Demi cintaku pada ibu
Aku akan kembali sebelum hari akad nikah yang telah ibu tentukan
Aku tidak akan mengecewakan ibu,
Kali ini biarkan aku pamit pada duniaku
Biarkan aku terbang hanya untuk sekali ini saja, ibu.
Sekali lagi aku mencintaimu
Dan aku akan menepati setiap bait dari janjiku”

    Aku pergi membawa diri, aku tidak punya tujuan lain selain menemui kekasihku, tapi aku ragu. Aku takut kekuatanku tidak akan cukup untuk menghadapinya, aku tidak akan kuat melihat air matanya, tapi ini kali terakhir aku bisa menemuinya. Sesaat semua terasa gelap, dunia tak lagi bercahaya secerah saat aku masih selalu bersama-sama dengannya. Aku terus berjalan dengan langkah tanpa arah, hatiku ngilu, kepalaku seakan pecah seketika. Entahlah, aku merasa hanya aku yang menderita, hanya aku yang kejam karena telah membiarkan cintanya pergi, ah betapa bodoh diri ini. Tapi aku punya ibu, aku sama sekali tidak bisa memilih, aku tidak bisa menyakiti ibuku, tapi aku tidak kuat harus menghianati kekasihku.
“ Annisa!” sayup aku mendengar ada yang menyebut namaku, aku tak peduli dan pikirku masih saja kosong
“ Annisa, kamu mau kemana?” aku sedikit sadar dan aku mengenal suara itu, iya benar. Dia Rina teman kuliahku, Rina menghampiriku tapi aku sudah sama sekali tidak punya tenaga untuk bertahan, seketika aku roboh dalam dekapnya. Aku terpejam dalam.
Rina langsung membawaku kerumahnya, diperjalanan dia terus mengintrogasiku, aku hanya diam tanpa kata, bisu tak bersuara, yang aku rasa hanya sesak dalam hati. Entah apa yang terjadi tiba-tiba aku sudah berada dikamarnya
“ Annisa, ada apa? ” Rina memelukku yang terus mengisak
Aku mencoba untuk menceritakan semuanya meski dengan sisa tenaga yang lemah
“ dua minggu lagi aku akan menikah, Rin ” ungkapku pilu
“ bukankah kamu seharusnya bahagia?”
“--”
“ aku yakin kamu dan Ridho adalah pasangan yang serasi”
Aku menatap Rina dalam, menarik sekuat nafas yang aku bisa
“Rin, kamu tau bahwa aku sangat mencintai Ridho, tapi mungkin aku tidak akan pernah bisa untuk memilikinya, karena ibuku” paparku sendu
Aku tau Rina tak mengerti “ ibu menjodohkanku dengan laki-laki lain, Rin” tambahku
Rina terperajah sembari mendekapku penuh iba. Aku? Aku tidak bisa lagi bertahan, semuanya menyatu dalam benakku, Ibu, Ridho. Mereka tidak ada bedanya, merekalah orang yang telah memenuhi seluruh ruang hatiku sejak ayah meninggal dua tahun lalu, aku rapuh seketika. Usai sudah, musnah tanpa sisa, cairan beningku meleleh tanpa ampun.
    Saat ini hanya Rina satu-satunya sahabat yang bisa mengerti aku, dia yang selalu setia menghibur aku walau buat aku semua itu sia-sia, aku sama sekali tidak bisa meluangkan senyumku apalagi terbahak seperti dulu, senyumku telah musnah seiring dengan musnahnya cinta yang dulu aku rajut bersama kekasihku.
“Plis, Rin. Jangan katakana apapun pada dia”… “biarkan dia membenciku, biarkan dia berfikir sesuka yang dia mau” ….. “sudah cukup aku menyiksanya”

***
    Fajar masih terus mengukir cerita sepanjang usia dunia  berputar, tanpa henti setia melingkar dalam setiap hati, parasnya yang anggun mengajak semua hati merajut kisah tanpa batas, mencari, memberi, menerima, menemukan, semua itu terjadi tanpa kita tahu, seperti kisahku yang tiba-tiba meremukkan seluruh isi jantungku. Tiga minggu lalu aku mengukir janji pada ibu, begitu cepat waktuku bermuara, ia mengajakku kembali, demi ibu. Hanya itu yang aku rasa dibalik sesak yang aku bawa. Baiklah, jika ini yang ibu mau. aku terpaksa ibu, aku tidak rela dan tidak pernah rela dengan jalan yang ibu ciptakan, kenapa tidak ibu biarkan saja aku terbang dengan sayapku sendiri, kenapa harus ibu patahkan kedua sayapku sekaligus? Tidakkah ibu tahu tentang luka yang ibu ciptakan, aku selalu mencintai ibu dengan kasih yang sempurna, tapi beginikah wujud cinta ibu pada ku? Atau mungkin memang aku yang tidak bisa mengerti cinta ibu pada ku, benarkah ini jalan dari Tuhan? Semua itu tanda Tanya, tak ada yang bisa menjawab, percuma aku memelas, sia-sia aku mengiba dibawah langit dunia.

    Aku melangkah menemui mereka, mereka yang kata ibu akan membukakan pintu kebahagiaan untukku, seharusnya kekasihku yang duduk ditempat sakral itu, bukan dia yang sama sekali tidak aku kenal. Tiba-tiba langit menjadi mendung, dunia menjadi gelap, mereka berpesta diatas rasa sakitku.
Hari ini seharusnya aku bahagia, berdiri disini bersama kekasihku, aku menahan semua sakit ini, aku tidak peduli dengan darah jantungku yang hampir berhenti mengalir, di pojok sebelah sana aku melihat Rina tersenyum menyemangatiku, dia seakan berpesan agar aku ikhlas. Aku tahu dia menyembunyikan rasa sakitnya, aku juga tahu tentang sesuatu yang meleleh dipipinya meski cepat  ia hapus dengan tisu yang mungkin sudah basah sedari tadi.

***
    Bulan enggan menampakkan wujudnya, bintang tak jua mau keluar dari persembunyiannya, hanya suara makhluk malam yang aku dengar dari luar sana, aku masih berdiri seperti pahatan patung tanpa arti. Aku berdiri menatap langit yang tampak gelap, murung, tak semegah kemarin.
    Orang itu memanggil namaku. Rasanya tidak rela dia menyebut namaku, rasanya tidak sudi jika aku harus berlemah lembut dihadapannya
“Annisa, diluar ada teman-temanku”… “aku harap kamu mau menemui mereka”
Aku tidak peduli, aku sama sekali tidak bereaksi, tapi aku takut. Aku takut bahwa Tuhan akan melaknatku jika saja aku menyia-nyiakan dia. Seharusnya tak ada lagi hijab antara aku dengan dia, dia telah menghalalkanku, dia telah melerai hijab itu, lalu pantaskah aku mendholiminya? Seharusnya tidak, tapi hatiku masih terluka, bayangan tentang cinta yang lalu tak jua mau menghilang, aku tersungkur tak mampu lagi berpijak.
“sayang, maafkan ibu” tiba-tiba tangan ibu telah melingkar dari balik tubuhku, aku tahu bahwa ibu menangis saat memelukku, aku tahu bahwa ibu ingin aku menerima menantunya itu seperti saat aku menerima keputusan ibu. Aku diam tak mau berkomentar, aku tak kuasa menahan rasa sakit ini ibu, tapi biarlah. Ibu tidak akan pernah tahu, karena ibu egois.
Cercahku dalam hati, aku menahan isakku dari pandangan ibu. Aku pasrah dengan semua ini. Baiklah, aku akan mengikuti semuanya, toh aku hanya robot dalam benak ibu, jadi percuma karena ibu tidak akan mengerti, aku tidak mau mendurhakai ibu, walau sampai saat ini hanya anak yang durhaka, bukan orang tua.
***
    Malam yang menyiksaku, aku membanting tubuhku ditempat tidur, aku berharap Tuhan akan mengangkat semua penat ini, semuga ada keajaiban yang akan membuatku terpejam sejenak saja. Saat aku terpejam aku merasa ada yang berdiri membelaiku dari belakang, jari-jari itu melayang dikeningku
“Sayang, badan kamu panas”
“….”
Ah.. kenapa harus bersikap seperti ini, aku tidak mau dia memperdulikanku, tapi malam inidia siaga disampingku, aku tahu semua yang dia perbuat, dia juga yang mengompresku, dia juga yang menungguiku sampai panasku turun. Entah karena lelah atau karna dia tidak sengaja tidur sambil bertumpu pada tempat baringku, aku menatap wajahnya yang ini adalah kali pertama aku memperhatikan setiap inci dari rautnya. Sakit rasanya saat aku menyadari bahwa dia bukan kekasihku. Tapi sampai kapan? Aku harus bisa memulai segalanya dengan dia, bukan ridho atau ibu yang harus bertanggung jawab, aku harus bisa bersikap dewasa menghadapi semua ini.
    Pagi kali ini cerah, walau mungkin tidak secerah  kemarin. Aku bangkit dari tidurku dengan penuh hati-hati agar dia tidak terganggu, ada rasa kasihan melihat dia semalaman duduk disampingku, dengan sabar dia menjagaku.
“maafkan aku” hanya itu yang bisa aku ucapkan untuk memulai menyapanya, walau mungkin dia tidak mendengar ucapku
“kamu tidak pernah salah, sayang”
Ternyata aku salah, dia mendengar perkataanku, dia ternyata sudah bangun sejak aku bangkit tadi. Ada yang melayang kekeningku, tanpa permisi bibirnya menyentuh bibirku. aku telah memilih jalan ini, lalu kenapa aku harus mencoba kembali kejalan yang lain. Dialah satu-satunya imam dalam hidupku, bukan orang lain atau kekasihku, dia yang seharusnya aku tempatkan dalam hatiku, aku belajar menerimanya dan memperlakukan dia layaknya suami pada umumnya.
***
Malam ini bumiku basah. Hujan telah mengantarkan cerita baru dalam hidupku, cinta ibu mengajarkanku banyak hal, tentang ikhlas  yang tak mudah didapatkan, tentang arti hidup yang tak mudah untuk dipahami. Aku mengerti bahwa Tuhan dan ibuku benar-benar mencintaiku, Tuhan telah menganugerahkanku kekasih bahkan lebih dari seorang kekasih, dia selalu memenuhi setiap kekosongan dalam jiwaku, tuhan mengerti yang aku butuhkan, melalui suamiku tuhan mengirimkan semuanya. Dia memperlakukanku seperti seorang putri.
Aku selalu terpesona dengan cinta yang dia persembahkan, harus aku akui tentang sikapnya yang romantis.
    Dia mengajakku terbang bebas ke angkasa, dia telah memperbaiki sayapku yang patah, dengan cinta yang dia persembahkan. Dia ciptakan malam yang panjang, malam yang selalu mengajakku bernyanyi dengan lagu kesayangan. Dalam pelukannya yang hangat aku beristirahat, semua penat itu berlalu saat cinta kita menyatu tanpa cela.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar